Perkembangan Sastra Indonesia
1. Aliran – Aliran Kesusassstraan
Dalam dunia sastra terdapat beberapa aliran, yakni aliran realisme, determinisme, naturalisme, dan neonaturalisme.
Realisme (realita = kenyataan) melukiskan kenyataan sebagai objek cerita, segala sesuatunya dilihat dari kacamata ini, yakni kacamata nyata. Karya sastra yang paling banyak termasuk ke dalam aliran ini adalah karya sastra angkatan ’45, sebab karya sastranya benar-benar mengungkapkan kenyataan hidup sehari-hari, terutama kenyataan yang berhubungan dengan revolusi dengan segala aaspeknya. Karya sastra yang beraliran realisme, antara lain Pada Sebuah Kapal (N.H. Dini), Dari Kuliah Sampai Lembah (O.R. Mandank), Sitti nurbaya (Marah Rusli), Salah Asuhan (Abdul Muis), Tak Ada Esok (Mochtar Lubis), Kota Harmoni (Idrus), dan Harimau – Harimau (Mochtar Lubis).
Determinisme (determinite = menentukan) melukiskan nasib buruk yang ditentukan oleh keadaan zaman dan lingkungan (paksaan nasib). Karya – karya sasstra yang beraliran determinisme, antara lain Atheis (Achdiat K. Miharja) dan Neraka Dunia (Nur. St. Iskandar).
Naturalisme (natura = alam) adalah aliran sastra yang bertolak dari pelukisan keadaan yang seharusnya atau senyata-nyatanya, termasuk pelukisan hal – hal buruk yang lazim ditemukan dalam kehidupan manusia dan masyarakat. Kejelekan dan kebobrokan masyarakat dilukiskan seperti apa adanya. Aliran ini berusaha mencapai kesetiaan pada alam dengan menolak gambaran imajinatif tentang kehidupan ini. Beberapa karya sastra yang dapat digolongkan aliran naturalisme, antara lain Belenggu (Armijn Pane), Surabaya (Idrus), Malam Jahanam (Montinggo Busye), dan Hati Nurani Manusia (Idrus).
Neonaturalisme atau naturalisme corak baru adalah naturalisme yang tidak hanya mengemukakan keburukan dan kejelekan, tetapi juga melukiskan keadaan yang baik dan bagus. Karya yang mengarah pada aliran ini, antara lain Tak Putus Dirundung Malang (Sutan Takdir Alisjahbana), Sengsara Membawa Nikmat (Tulis Sutan Sari), dan Dian Yang Tak Kunjung Padam (Sutan Takdir Alisjahbana).
2. Sastra Indonesia
Periodesasi sastra dapat disusun berdasarkan urutan waktu dan juga berdasarkan hasil karya. Dilihat dari metode penyampaian, sastra Indonesia terbagi atas dua bagian besar, yakni sastra lisan dan sastra tulisan.
Dari sudut pandang urutan waktu sastra Indonesia terbagai atas beberapa angkatan, yakni:
Pujangga Lama
Melayu Lama
Angkatan Balai Pustaka
Pujangga Baru
Angkatan ’45 (1945-an)
Angkatan ’50 (1950-an)
Angkatan ‘66 – 70 (1966-1970 – an)
Dasawarsa ’80 (1980 –an)
Angkatan Reformasi (1997)
Pujangga Lama
Karya sastra Indonesia yang termasuk dalam periode Pujanngga Lama adalah kkarya – karya yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya sastra di Indonesia didominasi oleh syair, pantun, gurindam, hikayat.
Karya Sastra Pujagga Lama
Karya sastra yang termasuk karya pujangga lama, antara lain:
Sejarah Melayu
Hikayat Abdullah, Hikayat Andaken Penurat, Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Djahidin, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Kadirun, Hikayat Kalila Dan Damina, Hikayat Masydulhak, Hikayat Pandja Tanderan, Hikayat Putri Djohar Manikah, Hikayat Tjendera Hasan, Tsahibul Hikayat
Syair Bidasari, Syair Ken Tambuhan, Syair Raja Mambang Jauhari, Syair Raja Siak.
Sastra Melayu Lama
Karya sastyra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870–1942, umumnya berkembang di lingkungan masyarakat Sumatera.
“Langkat, Tapanuli, Padang dan daerah Sumatera lainnya”, juga dikalangan orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.
Karya Sastra Melayu Lama
Beberapa karya sastra yang termasuk dalam karya sastra Melayu Lama, antara lain:
Robinson crusoe (Terjemahan)
Lawan-lawan merah
Mengelilingi bumi dalam 80 hari (Terjemahan)
Graf de monte cristo (Terjemahan)
Kapten flamberger (Terjemahan)
Nyai dasimah oleh {G. Francis (Indo)}
Bunga Ramapai Oleh (A.F. Van Dewall)
Kisah Pelayaran Ke Pulau Kalimantan
Warna Sari Melayu oleh (Kat S.J.)
Lo Fen Kui Oleh ( Gouw Peng Liang)
Hikayat Si Mariah oleh {Hadji Moekti (Indo)}
Dan masih ada sekitar 300 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya.
Angkatan Balai Pustaka
Karya sastra Indonesia sejak tahun 1920 sampai dengan tahun 1950, dipelopori oleh penerbit balai pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek, dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam, dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Balai Pustaka didirikan untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Juga dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura tetapi dalam jumlah yang terbatas.
Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka
Karya sastra pada angkatan Balai Pustaka ini, cukup banyak. Bahkan, beberapa pengarangnya menghasilkan karya-karya besar dan monumental yang belum tertandingi hingga kini. Berikut ini adalah beberapa pengarang angkatan Balai Pustaka beserta karyanya.
Merari Siregar
Azab Dan Sengsara: Kisah Kehidupan Seorang Gadis (1921)
Binasa Karena Gadis Periangan (1931)
Cinta Dan Hawa Nafsu
Marah Rusli
Siti Nurbaya
La Hami
Anak Dan Kemenakan
Nur Sutan Iskandar
Apa Daya Karena Aku Seorang Perempuan
Hulubalang Raja (1961)
Karena Mentua (1978)
Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
Abdul Muis
Pertemuan Jodoh (1964)
Salah Asuhan
Surapati (1950)
Tulis Sutan Sati
Sengsara Membawa Nikmat (1928)
Tak Disangka
Tak Membalas Guna
Memutuskan Pertalian (1978)
Aman Datuk Madjoindo
Menebus Dosa (1964)
Si Cebol Rindukan Bulan (1934)
Sampaikan Salamku Kepadanya
Suman Hs.
Kasih Ta’terlerai (1961)
Mencari Pencuri Anak Perawan (1957)
Percobaan Setia (1940)
Adinegoro
Darah Muda
Asmara Jaya
Sutan Takdir Alisjahbana
Tak Putus Dirundung Mendung
Dian yang Tak Kundjung Padam (1948)
Anak Perawan di Srang Penyamun (1963)
Hamka
Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1957)
Tuan Direktur (1950)
Di Dalam Lembah Kehidupan (1940)
Pujangga Baru
Angkatan pujangga baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersenut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik, dan elitis Angkatan Pujangga Baru merupakan tonggak sastra modern Indonesia.
Pada masa itu terbit pula majallah “Poedjangga Baroe” yang dipimpin oleh Sitan Takdir Alisjahbana, Amir hamzah, dan Armijn Pane. Karya sastra Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (Tahun 1930–1942 ), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisjahbana dan kawan-kawan. Pada masa ini, ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru, yakni kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah.; dan kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, dan Rustam Effendi.
Pengarang dan Karya Sastra Pujangga Baru
Pada masa ini (tahun 1930–1942), lahir para pengarang karya-karya sastra yang gemilang pada masa itu. Beberapa pengarang dan karyanya adalah sebagai berikut.
Sutan Takdir Alisjahbana
Layar terkembang (1948)
Tebaran Mega (1963)
Armijn Pane
Belenggu (1954)
Jiwa Berjiwa
Gamelan Djiwa – kumpulan sajak (1960)
Jinak-Jinak Merpati (1950)
Kisah Asmara Manusia – kumpulan cerpen (1953)
Tengku Amir Hamzah
Nyanyi Sunyi (1954)
Buah Rindu (1950)
Setanggi Timur (1939)
Sanusi Pane
Pancaran Cinta (1926)
Puspa Mega (1971)
Mada Kelana (1931/1978)
Sandhyakala ing Majapahit (1971)
Kertadjaja
Muhammad Yamin
Indonesia, Tumpah Darahku! (1928)
Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
Ken Arok dan Ken Dedes (1951)
Tanah Air
Roestam Effendi
Bebasari: tonel dalam tiga pertunjukan (1953)
Percikan Permenungan (1953)
Selasih
Kalau Tak Untung (1933)
Pengaruh Keadaan (1957)
J.E. Tatengkeng
Rindu Dendam (1934)
Angkatan ‘45
Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastra Angkatan ’45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya angkatan Pujangga Baru yang romantik–idealistik.
Pengarang dan Karya Sastra Angkatan’45
Beberapa pengarang angkatan ’45 yang terkenal, adalah sebagai bberikut.
Chairil anwar
Kerikil Tajam (1949)
Deru Campur Debu (1949)
Asrul Sani, Rivai Apin Chairil Anwar
Tiga Menguak Takdir (1950)
Idrus
Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (1948)
Aki (1949)
Perempuan dan Kebangsaan
Pramoedya Ananta Toer
Bukan Passar Malam (1951)
Di Tepi Kali Bekasi (1951)
Gadis Pantai
Keluarga Gerilya (1951)
Mereka yang Dilumpuhkan (1951)
Perburuan (1951)
Cerita dari Blora (1963)
Mochtar Lubis
Tidak ada esok (1982)
Jalan Tak Ada Ujung (1958)
Si Jamal (1964)
Achdiat K. Miharja
Atheis (1958)
Trisno Sumardjo
Kata Hati dan Perbuatan (1952)
Terjemahan karya W. Shakespeare; Hamlet, Impian di Tengah Musim, Macbet, Raja Lear, Romeo dan Julia, Saudagar Venezia, dll.
M. Balfas
Lingkaran – Lingkaran Retak, kumpulan cerpen (1978)
Utuy Tatang Sontani
Suling (1948)
Tambera (1952)
Awal dan Mira – drama satu babak (1962)